Senin, 02 Desember 2013

Atikel dan Panduan Menulisnya

Oleh : Nasikhul Amin
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi 
UNISNU Jepara


Menulis Artikel
Artikel adalah tulisan lepas yang berisi opini seseorang yang mengupas tuntas suatu masalah tertentu yang sifatnya actual/controversial dengan tujuan untuk memberitahu/meyakinkan/menghibur pembaca. (Sumadiria, 2005:11)

Jenis-jenis artikel :
Menurut Haris Sumadiria, ia membagi jenis artikel kedalam lima jenis, yaitu :
Artikel praktis = berisi mengenai ha-hal yang bersifat praktis, misalnya tentang bagaimana hidup sehat, trik sukses tanpa bekerja, belajar efektif, dll.
1.     Artikel ringan = artikel yang memuat bahasan seputar informasi remaja, anak2, keluarga dan sekitarnya.
2.    Artikel halaman opini = artikel yang memuat topic dengan tema yang sedang hangat berkembang di masyarakat dan dikupas secara detail dan mendalam.
3.    Artikel analisis ahli = artikel yang menguak analisis/pemikiran para tokoh ahli.
4.    Artikel religi = memuat seputar agama dan ajarannya.
Ciri-ciri artikel :
Þ    Merupakan pandangan/buah pemikiran dari penulisnya.
Þ    Mengandung gagasan actual/bersifat baru.
Þ    Terdapat referensi pendukung, misal buku, media massa, hasil seminar, dll.
Þ    Orisinalitas, benar-benar hasil pemikiran sendiri.
Þ    Mengungkapkan masalah dan menyediakan solusinya.
Þ    Tulisan tidak bertele-tele dan tuntas/dibaca sekali duduk.
Þ    Bahasa komunikatif, menarik, dan segar.
Þ    Untuk kepentingan public.
Þ    Mencantumkan nama penulis.


Anatomi/kerangka penulisan artikel.
1.     JUDUL
2.    Nama Penulis
3.    Pendahuluan
4.    Isi
5.    Penutup
Teknik penulisan artikel.
·         Teknik menulis judul
Di dalam membuat judul sebuah artikel sama halnya dengan membuat judul pada berita. Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan di dalamnya, yaitu:
1.     Harus provokatif (memancing, menghasut pembaca u/ membaca), singkat, padat, relevan (terkait dg kejadian/hal yg baru), dan representative (dapat mewakili isi).
2.    Menggunakan bahasa baku.
3.    Terdiri dari 3 sampai 7 kata (artikel media massa)/1 sampai 4 kata (artikel kolom).

·         Teknik menulis intro/pendahuluan.
Jika boleh diibaratkan, maka intro itu seperti sebuah pintu gerbang atau juga seperti sebuah sampul buku. Pembaca itu adalah orang yang pada umumnya menyukai sesuatu yang indah dan menarik untuknya. Dengan intro yang menarik akan membuat pembaca juga merasa tertarik utk membaca. Oleh karena itu,  agar mendapati intro yang menarik minat pembaca, penulis bisa mengawalinya dengan bentuk kalimat yang seperti di bawah ini :
1.     Mendeskripsikan latar belakang masalah mengapa bisa terjadi.
2.    Menyatakan kutipan dari kitab suci, filsafat, puisi, syair dsb.
3.    Menceritakan pengalaman pribadi/kisah faktual yang relevan dengan isi artikel.
4.    Menyatakan teori atau prinsip yang diakui kebenarannya.
5.    Membuat anekdot atau humor.

·         Teknik menulis isi
Sebelum kita menuju kepada teknik menulis isi artikel secara lebih spesifik, di sini saya ingin berbagi sedikit pengetahuan kepada pembaca. Pada umumnya di dalam menulis artikel ialah mengungkapkan sebuah persoalan secara lebih mendalam dan komprehensif. Berbeda dari menulis berita yang hanya sekedar memuat potongan-potongan informasi yang dianggap penting.
Artikel selain mengusung pembahasan persoalan yang secara mendalam dan komprehensif, namun juga harus memperhatikan komposisi yang ada di dalamnya. Apa sajakah komposisi itu? Ada dua prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menulis isi artikel, yaitu :
1.     Coherence (pertautan) = antara kalimat per kalimat saling terkait, satu alur dan tidak keluar dari inti pesan yang ingin disampaikan.
2.    Titik berat (emphasis) = memberikan penekanan pada bagian tertentu dalam sebuah kalimat. Hal itu dimaksudkan agar pembaca bisa mendapatkan hipotesa (kesimpulan sementara) dari pembahasan artikel. Biasanya respon yang ditampilkan oleh pembaca setelah membaca kalimat tersebut ialah merasa sepaham dengan menyatakan “Ooh, begitu ya...” :-D
Nah, sekarang kita sudah mengetahui prinsip menulis isi artikel, selanjutnya kita akan mempelajari metode dalam mengungkapkan isi artikel. Metode tersebut akan membantu kita untuk lebih mudah dalam menata isi pesan. Nah, kira-kira apa saja metode itu! Secara garis besar, metode tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu :
Metode deduktif = menyatakan kalimat yang penting/kesimpulan umum pada paragraph pertama, baru kemudian disusul dengan penjelasan, latar belakang, argumentasi dan bukti-bukti. Biasanya terangkai dalam tiga paragraph pertama.
Metode induktif = kebalikan dari metode deduktif. Pada metode ini diawali dengan menguraikan latar belakang, penjelasan, alasan-alasan, contoh-contoh serta argumentasi, kemudian ditarik kepada kesimpulan. Nilai lebih dari metode ini dalam penulisan artikel ialah pembaca diajak untuk menjajaki isi artikel secara bertahap, sehingga pembaca benar-benar memahami perjalanan dari isi artikel.
Metode kronologis = jika boleh dibandingkan, maka antara metode induktif dengan kronologis hampir memiliki kemiripan, karena sama-sama menjelaskan hal-hal yang sifatnya umum diawal paragraph baru setelah itu menuju kepada inti. Namun, pada metode kronologis penulisan isinya harus benar-benar diurutkan dari awal mula kejadian yang berkaitan dengan isi artikel sampai kepada kesimpulan kejadian. Atau bisa saja seperti mengurutkan angka/huruf dari (1/A) s/d (10/Z).
Hambatan umum dalam menulis (Kehabisan kata-kata)
Inilah kendala yang sering dijumpai bagi hampir semua penulis apalagi penulis pemula. Ketika sedang asyiknya menulis tiba-tiba di tengah-tengah menulis kita menjadi blank dan tidak tahu harus menulis apalagi. Sungguh situasi yang sangat tidak bersahabat bagi penulis. Namun kita tidak perlu khawatir mengenai hal itu, karena kita akan mengatasi hal tersebut. Menurut Haris Sumadiria, paling tidak ada enam cara yang bisa kita lakukan jikalau kita mengalami keadaan tersebut (kehabisan kata-kata) yaitu :
1.     Menguraikan sebuah penjelasan dari makna kata. Hal tersebut bisa dilakukan secara etimologis, filosofis, fungsi, tujuan, dsb.
2.    Memberikan contoh yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam artikel.
3.    Melakukan perbandingan. Untuk melakukan hal ini kita harus memperhatikan apa yang kita bahas di artikel yang kita tulis. Jika memang memungkinkan untuk dilakukan perbandingan, maka carilah kata yang bisa dibandingkan dengan hal lain yang sekiranya relevan. Misal membandingkan antara system pendidikan di Indonesia – Malaysia, dll.
4.    Mencantumkan kutipan. Kutipan bisa bersumber dari kitab suci, orang, surat kabar, buku, atau referensi-referensi lain yang mendukung.
5.    Mengungkapkan data statistic, jika memang artikel yang kita buat mendukung untuk disisipkan data statistic.
6.    Membuat penegasan kalimat pada kalimat yang dianggap penting dan bisa mewakili kesimpulan, namun dengan redaksi yang berbeda.

·         Teknik menulis penutup
Penutup merupakan bagian dari artikel yang tidak kalah pentingnya dibandingkan yang lainnya sepeti judul, intro, dan isi. Pada bagian penutup inilah biasanya pembaca mendapatkan penegasan dari isi artikel, sehingga membuatnya lebih memahami makna isi dari artikel. Then, how to make a good closing? This is the manner :
Ø  Memberi penegasan kembali pada topic atau pokok bahasan dengan tujuan untuk meyakinkan pembaca.
Ø  Mengakhiri dengan klimaks yaitu memberi kesimpulan yang cukup menarik dan bisa menggugah hati pembaca untuk merenunginya.
Ø  Menggunakan kalimat persuasive/ajakan kepada pembaca.
Ø  Mencantumkan kutipan.
…Good Luck…
Semoga Bermanfaat
Read More ->>

Jumat, 29 November 2013

Analisis Hadits Iman, Islam dan Ihsan

ULANGAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDHLATUL ULAMA (UNISNU)

Nama : Nasikhul Amin
NIM. 330023

(HADITS IMAN, ISLAM DAN IHSAN)

﴿ با ب الايما ن ما هو وبيان خصاله ﴾

وحد ثنا ا بو بكربن ابى شيبة وزهيربن حرب جميعا عن ابن علية قل زهير حد ثنا اسما عيل بن ابراهيم عن ابى حينا عن ابي زرعة بن عمروبن جرير عن ابي هريرة قل كان رسول الله صلعم. يوما با رزا للناس فاتاه رجل فقال يا رسول الله ما الا يمان قال ان تؤ من با الله و ملا ئكته وكتا به ولقا ئه ورسله وتؤ من با البعث الا خر قل يا رسول الله ما الاسلام قل الاسلام ان تعبد الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاة المكتو بة وتؤ دى الز كاة المفروضة وتصوم رمضان قل يا رسول الله ما الا حسان قل ان تعبد الله كانك تراه فا نك ان لا تراه فانه يراك قل يا رسول الله متى السا عة قل ماالمسؤل عنها باعلم من السا ئل ولكن ساحدثك عن اشراطها اذا ولدت الامة ربها فذاك من اشرا طها واذا كانت العراة الحفاة رؤس الناس فذاك من اشرا طها واذا تطا ول رعاء البهم فى البنيان فذاك من اشرا طها في خمس لا يعلمهن الا الله ثم تلا صلى الله عليه وسلم ان الله عنده علم السا عة وينزل الغيث ويعلم ما فى الارحام وما تدرى نفس ماذا تكسب غدا وما تدرى نفس باي ارض تموت ان الله عليم خبير قل ثم ادبر الرجل فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ردواعلى الرجل فاخذوا ليردوه فلم يروا شيئا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم هذا جبريل جاء ليعلم الناس دينهم. (روه المسلم)[1]

Artinya : Dari Abu Hurairah r.a berkata: pada suatu hari rasulullah tampak di tengah-tengah orang banyak. Lalu,ada seorang laki-laki yang datang kepada beliau seraya bertanya, ‘wahai rasul! Apakah iman itu? ‘beliau menjawab, ‘(iman adalah) hendaknya kamu beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-Nya, beriman bahwa kamu akan bertemu degan-Nya, beriman kepada rasul-Nya, dan kamu beriman dengan adanya hari kebangkitan di akhirat. ‘lelaki itu bertanya lagi, ‘wahai rasul! Apakah islam itu? ‘beliau menjawab, ‘hendaklah kamu menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, kamu dirikan sholat wajib, kamu tunaikan zakat yang difardhukan, dan kamu lakukan puasa ramadhan, ‘laki-laki itu bertanya lagi, ‘ wahai rasul! Apakah ihsan itu? ‘beliau menjawab, ‘hendaklah kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ Laki-laki itu bertanya lagi, ‘wahai rasul! Kapankah hari kiamat itu? ‘beliau menjawab, ‘orang yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu daripada yang bertanya. Tetapi, akan saya beritahukan tanda-tandanya. Apabila budak wanita melahirkan majikannya, maka itulah Diantara tanda-tanda hari kiamat. Apabila orang-orang dahulunya menggembala ternak dengan kaki telajang telah menjadi pemimpin masyarakat, maka itulah Diantara tanda-tanda hari kiamat. Apabila para penggembala binatang ternak telah bermewah-mewahan dengan gedung-gedung yang megah, maka ituah Diantara tada-tanda hari kiamat. Ada lima perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. ‘kemudian rasul membaca ayat 34:Lukman, sesungguhnya Allah mengetahui pengetahuan tentang kiamat. Dialah yang menurunkan hujan. Dia mengetahui apa yang ada dalam rahim, tidak ada seorang pun yang bisa mengetahui (secara pasti) apa yang dikerjakan-Nya (Dialaminya) besok, dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal. “kemudian laki-laki itu meninggalkan tempat itu. Lalu, rasul bersabda, ‘bawalah kembali laki-laki itu kepadaku!’ para sahabat pun berusaha membawanya kembali, tetapi mereka tidak melihat apapun. Maka rasul bersabda, ‘Dia itu adalah jibril yang mengajarkan agama kepada manusia.’ (HR. Muslim 1:30)[2]

Analisis

Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan YMK serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Lihat (KBBI). Dengan merujuk kepada pengertian tesebut, maka sudah seharusnya apabila agama itu dipahami secara mendalam, universal dan fleksibel. Dengan pemahaman yang demikian, kita akan bisa mengetahui dengan sebenar-benarnya esensi agama. Dan sebenarnya hal tersebutlah yang ingin ditekankan dalam hadits di atas.
Kedatangan malaikat jibril kepada Rasul pun tidak lain adalah untuk mengajarkan mengenai agama. Yaitu agama yang bisa mengantarkan kita kepada ridho Allah dengan keyakinan yang sebenar-benarnya. Hal tersebut bisa kita lihat dari apa yang ditanyakannya kepada rasul yaitu mengenai iman, islam dan ihsan.
Dalam pertanyaan mengenai iman misalkan, hal tersebut menyiratkan bahwa manusia dalam mengimani apa yang menjadi kepercayaannya haruslah benar-benar memahaminya. Dari pemahaman tersebut tentunya ada yang diharapkan, yaitu agar manusia dapat mengaplikasikan dari apa yang diimani dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah agama yang dianutnya.
Kemudian jibril menanyakan mengenai islam. Bahwasannya ia ingin menunjukkan bahwa islam adalah agama yang rahmatan lil alamin dengan segala perintah di dalamnya. Kemudian ia menanyakan mengenai ihsan, yang sebagaimana kita ketahui bahwa ihsan adalah kondisi dimana seorang hamba bisa melihat Tuhannya atau sebaliknya.
Jika kita runtutkan maka, iman, islam dan ihsan adalah sebuah satu kesatuan yang utuh dan saling mempengaruhi. Manusia yang memang sudah memahami makna dari ia beriman, dan memilih islam sebagai wadah baginya untuk menunjukkan keimanannya dengan kebenaran jalan, maka disitulah manusia merasakan kondisi ihsan. Itulah yang diajarkan oleh malaikat jibril kepada manusia melalui Muhammad sebagai utusan Allah, agar manusia benar-benar mengetahui apa yang diyakini dan bisa menerapkannya dalam jalan yang benar.




[1] Imam Abi Husain Muslim bin Al Hajjaj ibn Muslim Al Qusairi An-Nisaburi, Al Jami’u Al Shohih; Shohih Muslim, Beirut – Lebanon, Jilid I, Bab Iman, hlm. 30.
[2] M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, GEMA INSANI, Jakarta, cet I, Januari 2005, Bab Iman, hlm. 2-3

Semoga bermanfaat...... Amiiiin!!!
Read More ->>

Selasa, 29 Oktober 2013

UNISNU.

BAB I
PENDAHULUAN



A.    LATAR BELAKANG
Landasan hukum merupakan suatu pijakan yang mengatur dan mengendalikan semua tindakan lembaga atau perorangan yang ada di dalamnya. Dalam hal ini landasan hukum pers berarti pijakan bergerak bagi pers menuju pers yang bebas “tanpa tekanan”. Yang bisa berupa pengendalian, pembatasan atau pengaturan terhadap semua kegiatan pers.

Pers sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik berupa mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik,[1] sudah jelas supaya fungsinya tersebut bisa dijalankan pers haruslah memiliki landasan hukum yang jelas. Landasan tersebut dimaksudkan agar pers bisa dengan leluasa melaksanakan tugasnya sebagaimana yang diharapkan baik bagi lembaga itu sendiri terlebih bagi masyarakat.

Sebagaimana sejarah mengatakan, bahwasannya pers pada masa Orba sangatlah sempit ruang geraknya. Hal itu dikarenakan sikap pemerintah yang tidak sejalan dengan visi dan misi pers. Pers sejatinya merupakan alat informasi massa, yang bertugas menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Namun, pada waktu itu, ruang gerak pers dalam menyampaikan informasi sangatlah tertutup, apalagi jika menyangkut persoalan pemerintah, maka setiap pemberitaan yang berkenaan dengan pemerintah haruslah sejalan dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah. Konsekuensi yang akan diterima apabila pers tidak mengikuti perintah dan ketentuan dari pemerintah maka akan dikenai pembredelan.

Dengan kenyataan yang demikian itulah sehingga membuat takut para pengusaha yang berkecimpung dalam bidang pers. Serta atas dasar itu pulalah pers memiliki landasan hukum, yang mana landasan hukum tersebut menjamin kebebasan pers. Kebebasan tersebut berupa bebas dalam memberitakan (netral tanpa ada desakan dari pemerintah). Maka dari itu, penting kiranya apabila penulis mengungkap mengenai landasan hukum yang menjadi dasar hukum bagi media massa dalam makalah ini.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka kiranya penulis dapat menarik beberapa permasalahan terkait pembahasan makalah ini, yaitu :
1.    Apa saja landasan hukum media massa?
2.    Bagaimana fungsi/peran dari landasan hukum tersebut bagi media massa?



BAB II
LANDASAN TEORI



A.    Landasan Hukum Pers Nasional
Menurut keputusan dewan pers No. 79/XIV/1974 tertanggal 1 Desember 1974 yang ditandatangani Menpen Mashuri, SH, pers nasional berpijak kepada enam landasan. Pada zaman Orba, enam landasan tersebut dijadikan semacam “Rukun iman” bagi para pengusaha pers dan kalangan praktisi jurnalistik agar tidak tersandung dan bebas dari ancaman pembredelan yang setiap saat bisa dilakukan oleh pemerintah.[2]

Departemen Penerangan pada waktu itu adalah departemen yang paling ditakuti oleh siapa pun yang berkecimpung dalam dunia penerbitan pers nasional, baik di ibu kota maupun terlebih lagi di daerah-daerah.

Dalam SK Dewan Pers 79/1974 ditegaskan, pers nasional berpijak kepada enam landasan, yakni :
1           Landasan Idiil adalah Pancasila.
2           Landasan Konstitusional adalah UUD 1945.
3           Landasan Strategis Operasional adalah GBHN.
4           Landasan Yuridis Formal adalah UU Pokok Pers No. 11/1966.
5           Landasan Sosiologis Kultural yaitu nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat bangsa Indonesia.
6           Landasan Etis Propesional adalah kode etik PWI.

Apakah SK Dewan Pers 79/1974 yang dibuat dalam era pemerintahan otokratis itu masih relevan untuk dijadikan rujukan bagi pers masa kini yang sedang mencoba mengembangkan era pemerintahan demokratis? Jawaban dari pertanyaan itu adalah ‘relatif’, sebagia kecil sudah tidak relevan. Sedangkan untuk sebagian besar sampai kini masih tetap relevan setelah disesuaikan dengan perkembangan serta ketentuan yang berlaku. Maka dari itu inilah landasan hukum yang telah mengalami pembaharuan, yaitu :
1           Landasan Idiil adalah Pancasila.
2           Landasan Konstitusional adalah UUD 1945.
3           Landasan Strategis Operasional adalah Garis haluan manajerial dan garis haluan redaksional.
4           Landasan Yuridis Formal adalah UU Pokok Pers No. 40/1999, dan UU Pokok Penyiaran No. 32/2002.
5           Landasan Sosiologis Kultural yaitu nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat bangsa Indonesia.
6           Landasan Etis Propesional adalah Kode etik wartawan dan Kode etik jurnalistik.[3]

Namun pada pembahasan makalah ini akan kita bahas 3 landasan hukum permanen media massa yang belum pernah mengalami perubahan, yaitu :
a)      Landasan Idiil
Landasan idiil, merupakan suatu landasan yang menjadi ideologi suatu bangsa. Dalam hal ini landasan idiil pers adalah tetap Pancasila. Artinya, selama ideology negara tidak diganti, suka atau tidak, pers nasional kita harus tetap merujuk kepada Pancasila sebagai ideology nasional, dasar negara, falsafah hidup bangsa, sumber tata nilai, dan sumber segala sumber hukum.[4]

Secara tidak langsung pers harus sejalan dengan nilai-nilai pancasila, yaitu berketuhanan, menghargai nilai-nilai perikemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial.

Dalam hal ini, pancasila sebagai landasan idiil, menggambarkan bahwa pers dalam menjalankan hak kebebasannya harus tetap memperhatikan tata nilai yang hidup dalam masyarakat, antara lain kehidupan gotong-royong dan bukan mencita-citakan kehidupan masyarakat yang individualistis.[5]

b)      Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional, berkaitan dengan segala ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan/ undang-undang dasar suatu negara, maka dari itu landasan konstitusional pers merujuk kepada UUD 1945.

Hasil amandemen kedua UUD 1945, dalam  pasal 28F menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan  menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.[6]

Lebih jauh, aturan konstitusi ini dijabarkan oleh Undang-undang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Pasal 23 (2) ini menyatakan, “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Dari ketentuan UUD 1945 pasal 28F jelas bahwa kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat merupakan unsure yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang demokratis dan juga merupakan bagian dari hak asasi manusia yang sangat hakiki yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pers merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang tertuang dalam konstitusi baik secara lisan maupun tulisan, sehingga unsure kebebasan pers harus mengacu pada pasal 28 UUD 1945. Di dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 40/1999 tentang pers disebutkan bahwa “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.

Kebebasan pers sendiri merupakan standar bagi negara demokrasi. Maka suatu Negara dinyatakan demokratis apabila kebebasan pers telah terpenuhi. Pers nasional harus memiliki pijakan konstitusional agar tidak kehilangan kendali serta jati diri dalam kompetisi era global.[7]

c)      Landasan Cultural
Landasan cultural, berpijak kepada tata nilai dan norma sosial, budaya, dan agama yang berlaku pada dan sekaligus dijunjung tinggi oleh masyarakat bangsa Indonesia. Pers kita adalah pers nasional yang sarat dimuati nilai serta tanggung jawab sosial. Pers kita bukanlah pers liberal. Dalam segala sikap dan perilakunya, pers nasional dipengaruhi dan dipagari oleh nilai-nilai cultural. [8]

Jacob Oetama yang mengutip pakar komunikasi Belanda, Prof. De Rooy mengatakan, ‘Apabila orang ingin memperoleh gambaran dari struktur, bentuk dan cara kerja media massa, radio, TV, pertama-tama yang harus diperhatikan adalah corak masyarakat, tempat dimana media massa itu berfungsi’.[9]

Media sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat, dengan ini terdapat beberapa prasyarat yang harus dilakukan pers sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada masyarakat, diantaranya :
1)        Media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam konteks yang memberikannya makna.
2)        Media harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik.
3)        Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat.
4)        Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat.
5)        Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi-informasi yang tersembunyi pada suatu saat.[10]



BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Bagian ke tiga dari makalah ini adalah kesimpulan, yang mana dari pembahasan landasan teori di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa :

1.         Landasan hukum yang berkembang di Indonesia menurut UU dan telah disesuaikan yaitu :
a)        Landasan Idiil adalah Pancasila.
b)        Landasan Konstitusional adalah UUD 1945.
c)        Landasan Strategis Operasional adalah Garis haluan manajerial dan garis haluan redaksional.
d)       Landasan Yuridis Formal adalah UU Pokok Pers No. 40/1999, dan UU Pokok Penyiaran No. 32/2002.
e)        Landasan Sosiologis Kultural yaitu nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat bangsa Indonesia.
f)         Landasan Etis Propesional adalah Kode etik wartawan dan Kode etik jurnalistik.

2.      Tiga landasan tetap media massa (idiil, konstitusional, dan cultural)
Landasan idiil adalah Pancasila. Yang di dalamnya pers dalam menjalankan kegiatannya harus berasaskan ketuhanan, sikap saling menghargai, persatuan, demokrasi, dan keadilan.

Landasan kostitusional adalah UUD 1945. Dalam kitab undang-undang pers mendapatkan jaminan atas kebebasannya dalam mengemukakan semua informasi.

Landasan cultural adalah nilai dan norma sosial, budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Artinya, nilai dan norma tersebut menjadi border atau garis pembatas kegiatan pers. Meskipun pers adalah lembaga yang sudah mendapatkan kebebasan dalam menyiarkan informasi, namun harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
B.     PENUTUP
Demikianlah makalah yang penulis buat, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semuanya, baik untuk para pembaca maupun penulis khususnya. Penulis menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu, penulis mengharap saran yang konstruktif dari para pembaca demi tersempurnakannya makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Barus, Sedia Willing, Jakarta, Petunjuk Teknis Menulis Berita, ERLANGGA dan Macintosh Mac Pro,  cet. 14.
Sumandiria, Haris, Juli 2008, Jurnalistik Indonesia, Bandung , cet. 3, Simbiosa Rekatama Media.
Kusumaningrat,Hikmat, dkk, April 2006, JURNALISTIK : Teori dan Praktik, Bandung, cet. 2, Remaja Rosdakarya.
K, Septian Santana, 2005, Jurnalisme Kontemporer, Jakarta, ed. 1, Penerbit : Yayasan Obor Indonesia.



[1] Hikmat Kusumaningrat, dkk, JURNALISTIK : Teori dan Praktik, REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, cet. 2, April 2006, hlm. 329.
[2] Drs. AS Haris Sumandiria, Jurnalistik Indonesia, Simbiosa Rekatama Media, cet. 3,Bandung, juli 2008, hlm.50.
[3] Drs. Wahib Syakour, Materi Perkuliahan Hukum dan Etika Media Massa.
[4] Drs. AS Haris Sumandiria, Jurnalistik Indonesia, Simbiosa Rekatama Media, cet. 3,Bandung, juli 2008, hlm. 51.
[5] Sedia Willing Barus, Petunjuk Teknis Menulis Berita, ELANGGA dan Macintosh Mac Pro, Jakarta, cet. 14, hlm. 237
[6] Septian Santana K, Jurnalisme Kontemporer, Penerbit : YAYASAN OBOR INDONESIA, ed. 1, Jakarta, 2005, hlm. 231.
[7] Drs. AS Haris Sumandiria, Jurnalistik Indonesia, Simbiosa Rekatama Media, cet. 3,Bandung, juli 2008, hlm. 52.
[8] Op.cit, Haris Sumandiria, Jurnalistik Indonesia, hlm. 53.
[9] Sedia Willing Barus, Petunjuk Teknis Menulis Berita, ELANGGA dan Macintosh Mac Pro, Jakarta, cet. 14, hlm. 237.
[10] Hikmat Kusumaningrat, dkk, JURNALISTIK : Teori dan Praktik, REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, cet. 2, April 2006, hlm. 21-22.

LIHAT WWW.UNISNU.AC.ID
Read More ->>